Aviza Zafarani (bagian 3)

Baru saja berusaha tidur, ayah terbangun oleh suara suster. "Keluarga Ibu Zumaroh," kata suster itu pada ayah. "Silakan masuk ruang bayi."

Ayah bergegas masuk dengan muka yang lebih cerah, ya, lebih cerah ketimbang lima menit lalu saat matanya sayu dan wajahnya kusam, macam gelandangan di rumah sakit Tuban. Ia dipenuhi harapan besar bahwa aku akan boleh pulang. Ayah mendekatiku. Dan tiba-tiba muka cerah itu kembali muram.

"Bayi yang terlahir prematur selalu memiliki resiko, Bapak," kata suster, "jadi Bapak harus sabar. Bapak harus siap dan ikhlas terhadap apapun keadaan anak Bapak, bahkan seandainya sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Kesehatan bayi seperti ini tidak stabil."

"Bagaimana bisa begini, suster? Bukankah tadinya anak kami baik-baik saja? Kenapa sekarang tubuhnya membiru dan lemah begini, suster?"

"Beginilah bayi prematur, Pak," jawab suster itu. "Sewaktu-waktu kesehatannya bisa menurun. Bapak berdoa saja, ya. Silakan bapak tunggu di luar. Kami akan memanggil dokter untuk menangani anak bapak."

Ayah keluar dari ruanganku. Ia memberitahu nenek bahwa sekujur badanku telah membiru, dan nenek pun terkejut. Mukanya tampak lesu.

"Yang sabar sajalah, Jhon. Kita berdoa," kata nenek.

Kesedihan ayah begitu mendalam. Meskipun ia berusaha menampilkan wajah tenang dan tegar, namun hatinya kacau dan hancur. Air matanya perlahan menetes, menelusuri sudut matanya dan merayap ke pipinya. Bersama nenek, ia tetap menungguiku dengan sabar.

Namun ayah tidak ingin membagi kesedihan ini pada ibu dan keluarga di rumah. Ayah sengaja tidak memberitahu mereka bahwa aku dalam keadaan kritis. Mengingat ibu baru saja pulang, ayah takut jika kabar ini akan menjatuhkan pikirannya dan membuatnya sakit.

Adzan ashar telah terdengar. Secara bergantian, ayah dan nenek shalat di mushola kecil rumah sakit. Ayah duduk bersila dan berdoa agar aku dapat sehat dan memberinya senyum seperti yang bayi-bayi lainnya lakukan pada orang tuanya.

Andaikan saja aku bisa menyampaikannya, dalam keadaan seperti itu, aku ingin mengatakan pada ayah, "Sabarlah, Ayah. Semuanya telah diatur oleh Tuhan. Serahkanlah semua pada Allah. Apapun yang Allah kehendaki adalah yang terbaik untuk kita."

Selepas shalat dari mushola, ayah menemui nenek kembali, duduk bersamanya, mengalami gelisah kembali. Ayah begitu risau memikirkan keadaanku. Dan dengan suara yang pelan, ia baca beberapa ayat Al-Qur'an yang ia sanggup hafal. Ayah bukanlah orang yang penghafal banyak ayat dalam kitab suci, tapi ia meyakini bahwa Qur'an, apabila dibaca, akan mengobati jiwa yang gelisah. Dan ayah membutuhkan itu.

Sekitar pukul 5 sore, suster memanggil lagi. Keadaanku semakin kritis. Kulitku pucat dan mataku terpejam. Sebagian tubuhku kaku. Hanya jari kakiku yang dapat bergerak. Ayah tidak bisa berkata-kata. Air matanya keluar kembali.

Sebenarnya untuk beberapa urusan, ayah adalah pria yang tegar, tidak mengambil pusing segala persoalan. Tapi untuk kali ini ketegarannya runtuh. Aku bisa merasakan -- dari matanya -- betapa ia sangat terpuruk. Aku berusaha menenangkan ayah namun tak berdaya. Tapi ia seolah mengerti bahwa aku sedang mengatakan, "Sabar, Ayah. Jika aku ditakdirkan untuk hidup bersamamu, maka aku akan hidup. Namun jika Allah merencanakan hal yang lain, maka engkau ikhlaskanlah aku. Aku menyayangimu sepenuh jiwaku."

Suster menghampiri ayah. Kepada ayah yang telah berlinang air mata itu, ia katakan, "Bapak yang sabar, ya, jika sewaktu-waktu anak bapak dipanggil Allah. Sebab, kondisi anak bapak semakin memburuk. Dokter akan datang. Bapak bisa tunggu di luar dan jangan jauh-jauh agar kami dapat cepat mengabari bapak."

Di luar ruanganku, ayah bersandar pada pintu dan mengintip aku yang sedang ditangani dokter dan pekerja rumah sakit. Ayah tak berhenti berdoa. Ia berusaha menerima apapun keadaan yang akan terjadi, dan ia meyakinkan diri bahwa Allah menata segalanya.

Aku menjerit dari ruanganku. Ayah tersentak untuk melihat, namun ayah hanya boleh mengintip dari pintu. Hati ayah makin cemas tapi sekaligus lega karena mendengar tangisanku. Semangatnya hidup kembali.

Tangisanku berlangsung tiga kali, dan itu berasal dari rasa sakit yang entah bagaimana caranya aku alami. Ketika ayah mendengar jeritan ketigaku, perasaan lega dalam dirinya berubah jadi kekhawatiran. Ia seperti memahami bahwa aku telah kesakitan. Berderailah air mata ayah sambil ia menyandarkan badan.

"Sudahlah, Jhon. Sabar dan berdoa saja," kata nenek. "Jika anakmu ditakdirkan hidup, dia akan baik-baik saja.

Ambillah nasi goreng ini. Kamu belum makan."

"Ini bukan saat yang tepat untuk makan," pikir ayah. Tapi ia tetaplah menghargai apa yang nenek usahakan untuk dirinya dan untuk menenangkan hatinya.

Mata ayah masih memerah sembari ia masukkan beberapa sendok nasi ke mulutnya. Dalam hatinya, ia ingin sekali memarahi dirinya sendiri: "Bagaimana aku bisa bersenang-senang dan memuaskan perutku sementara anakku berbaring-baring dan memperjuangkan hidupnya?"

Ia tidak menghabiskan makanan itu dan meminum sebungkus kopi yang nenek belikan di depan rumah sakit.

Pukul 8 malam, ayah dan nenek telah menjamak sholat Isya dan Maghrib, dan mereka sekarang duduk menungguiku di luar.

Aku telah pasrah pada apa yang akan terjadi. Kalaupun aku harus pergi, aku harap ayah ikhlaskan aku.
Ibu, ikhlaskan aku juga, ibu. Mungkin aku tiada, tapi aku pergi ke surga. Barangkali ini jalan yg terbaik.
Ayah, Ibu, aku mencintaimu, tapi aku harus meninggalkan kalian. Dan maafkanlah aku karena tidak bisa memberi kebahagiaan, tak dapat berbagi senyum yang lucu, dan tak mampu memberikan tingkah yang menggemaskan dalam hari-harimu.

Pada pukul 9 malam, ketika ayah menahan gelisahnya dan berusaha menghidupkan harapannya, dokter menjumpainya dan berkata, "Bapak, maafkan kami. Kami tak bisa selamatkan anak bapak.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun.

BACA JUGA:

~ Senin, 10 September 2012 1 komentar

Aviza Zafarani (bagian 2)

Pagi menjelang. Ibuku keluar dari ruang perawatan, menemui ayah dan keluarga yang menungguiku di rumah sakit. Ibu bercakap bersama mereka dan mengajak ayah untuk menjenguk aku, memastikan kondisiku baik.

Namun di ruanganku, ibu dan ayah dilarang masuk sampai tiba jam berkunjung. Mereka kecewa dan berjalan keluar.

"Aku masuk ke kamarku dulu, mas," ibu kembali terbaring di ruang perawatannya, dengan menyimpan kekecewaan itu.

Ayah duduk bersama keluarga untuk sarapan. Pada pukul 11 siang, jam kunjungan telah dibuka, tapi hanya ibu yang boleh melihatku. Ibu di dalam bersama aku, bayi kecilnya. Ayah di luar bersama mereka, keluarga besarnya.

Sementara itu, suster memberitahu ayah bahwa ibu sudah bisa pulang, dan bahwa aku harus tetap ditahan. Keadaanku terlalu lemah untuk dirawat di kampung halaman.

Ayah juga dipanggil untuk mengurus Jaminan Persalinan (JAMPERSAL), sebuah layanan bagi ibu melahirkan yang biayanya dijamin oleh pemerintah. Ayah berjalan kaki mencari foto kopi, bertanya kesana-kemari, memasuki loket-loket di setiap sisi. Wajar saja, ayah pertama kali menangani hal tersebut, dan semua itu ayah selesaikan dengan lancar.

Pukul satu siang, ibu diperbolehkan pulang tapi tidak bersamaku. Mungkin ibu sedih karena keadaan ini, namun aku bahagia karena melihat ibu baik-baik saja, tanpa dirawat sepertiku.

Ibu sempatkan menjenguk aku, membelaiku. "Anakku yang cantik," kata ibu "yang sehat ya. Ibu mau pulang dulu."

Andai bisa kusampaikan, aku pasti katakan padanya bahwa aku ingin bersamanya, namun aku hanya dapat menggeliat. Aku sedang terlelap.

Kasihan ibu. Ia berkunjung ketika aku tertidur. Ia tidak tega untuk bangunkan aku. Ia ibu yang sangat baik, dan aku sangat mencintainya.

Ayah menunggu ibu di depan pintu, menyiapkan kepulangannya, dan mengantar hingga ibu naik mobil bersama keluarganya.

Kini aku ditemani ayah dan nenek saja. Mungkin jarak antara ruang mereka menunggu dan ruang di mana aku dirawat cukup jauh, tapi aku merasa dekat. Hatiku bersama mereka, bersama nenekku, bersama ayahku, bersama ibuku, bersama semua orang yang menyayangiku.

Ayah dan nenek bergiliran pergi ke mushola untuk sholat dzuhur.

"Jhon, kamu tidak ingin makan dulu?" nenek bertanya pada ayah begitu ia selesai shalat.

"Tidak, Mak." jawab ayah. "Aku belum lapar. Aku mau istirahat saja. Aku lebih butuh tidur ketimbang makan."

"Tapi kamu kan belum makan?"

"Tadi pagi aku makan sedikit nasi pecel," jawab ayah.

Jam telah menunjukkan pukul dua siang. Nenek masih memaksa ayah makan dan hampir membelikan nasi untuknya, tapi ayah menolak dan memutuskan untuk tidur -- bukan supaya badannya terbebas dari lelah, tapi supaya pikirannya terlepas dari penat. Ia tidur di lantai ruang tunggu, tanpa alas, tanpa bantal.

BACA JUGA:

~ Selasa, 28 Agustus 2012 1 komentar

Aviza Zafarani: Aku terlahir prematur dengan berat 150gram (bag. 1)

Aku dikandung ibuku penuh kasih sayang dan diharapkan lahir dalam sembilan bulan. Namun pada bulan kedelapan, aku sudah melihat dunia walau dalam beberapa jam.

Kamis, 23 Agustus 2012: Siang itu perut ibu sakit. Dan pada saat yang sama ayah sedang di luar kota, di Gresik, untuk sebuah keperluan. "Sabar dulu ya. Sebentar lagi pulang kok," tulis ayah setelah membaca SMS ibu.

Pukul empat sore, ayah tiba di rumah. Ia segera mandi dan shalat, dan ibu menawari sesuatu yang bisa kudengar dari dalam rahimnya. "Mas, makan dulu, ya," kata ibu.

"Ya, Bu. Sekalian buatkan kopi."

Menahan sakit di perutnya, ibu menyiapkan sepiring nasi dan secangkir kopi untuk ayah, menemaninya minum beberapa teguk, namun nyeri dalam perutnya tak kunjung sembuh.

"Nanti aku pijat punggung kamu setelah kita jamaah Maghrib ya, Bu." Adzan pun berkumandang dari masjid Nurul Huda. Ayah dan ibu shalat berjamaah.

Setelah selesai shalat dalam ruangan kecil yang mereka bagi berdua, ibu merasakan sakit yang bertambah, dan ayah bingung harus berbuat apa, tiada menduga jika aku akan lahir. "Ke tukang pijat saja, Mas," kata ibu.

Maka dibawalah ibu ke tukang pijit terdekat, di mana antrian berjejer sangat banyak. Tak sanggup menunggu lama, ayah usul untuk ke rumah bidan saja, yang hanya 30 meter dari rumah kami. Mereka tiba di rumahnya dalam lima menit. Tapi sayang sekali, karena saat itu masih suasana lebaran, ayah tak dapat menemui ibu bidan; ia keluar untuk silaturrahmi.

Ayah semakin risau melihat penderitaan ibu. Ia berusaha menelpon, tapi ponsel ibu bidan berada di rumahnya, tidak ia bawa. Sakit di perut ibu bertambah hebat, dan darah pun mengalir, dan ibu masih saja menunggu, selama hampir setengah jam, sampai bidan itu datang.

"Lho, kenapa ini? Mari masuk ke ruang perawatan," ia berkata saat menyaksikan ibu dan ayah kepanikan di rumahnya. Setelah memeriksa beberapa saat, ia menganjurkan agar ibu dibawa ke rumah sakit.

Ayah bingung untuk menyewa kendaraan. Tidak satupun mobil bisa dipakai, sampai pada akhirnya, ibu bidan menelpon ambulan.

Aku menendang-nendang dari dalam perut ibu. Aku mendengar sirine dan merasakan goncangan ambulan yang melaju menuju Rumah Sakit Umum Tuban.

Di rumah sakit, dibantu dokter dan suster, pada pukul 11 malam, saat ayah berada dalam puncak kecemasan, aku berhasil dilahirkan.

Dokter mengatakan kelahiranku adalah prematur, dengan berat 150gram. Aku dimasukkan inkubator. Tapi aku bahagia karena melihat ibu baik-baik saja.

Aku merasa keadaanku pun baik. Di sekelilingku, aku menyaksikan senyum bahagia dari ayah, ibu dan nenekku. Ayah melantunkan adzan dan iqomah di telingaku, dan mataku melirik kesana-kemari, dengan keingintahuan atas siapa sebenarnya semua orang ini yang begitu perhatian padaku.

Saat ayah keluar dari ruanganku, aku menangis kencang. Mungkin ayahku juga mendengar tangisanku. Itu adalah tangisan pertamaku, tangisan yang kuteriakkan ketika ibu tersenyum bangga padaku dalam pembaringannya.

Dan sambil aku menangis riuh di dalam, ayah menunggu terdiam diluar. Sampai terbit fajar.

BACA JUGA:

~ Minggu, 26 Agustus 2012 1 komentar

Tiga pesan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW

Malaikat jibril berpesan pada Nabi Muhammad SAW. Wahai Muhammad, ingat pesanku ini:

1. Hiduplah kamu dengan sesukamu, tapi ingatlah kamu akan mati juga.
2. Berbuatlah kamu sesenang hatimu, tapi ingatlah bahwa semua perbuatanmu akan menuntutmu.
3. Cintai dan sayangilah apapun yang ada di dunia, tapi ingatlah apapun itu pasti akan terpisah.

Allah sangat menyayangi kita. Tiga pesan di atas sudah cukup untuk bekal manusia hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Dan karena manusia hanyalah ciptaan, maka ia adalah kepunyaan sang pemilik, yaitu Tuhan. Bila saatnya telah tiba, manusia akan diambil kembali oleh pemiliknya melalui satu proses yang disebut MATI.


~ Jumat, 17 Agustus 2012 0 komentar

Peringatan Hari Ulang Tahun Indonesia ke-67

Hari ulang tahun kemerdekan Indonesia ke-67 kali ini bertepatan dengan bulan Ramadhan. Ini seperti mengulang sejarah kesatuan karena orang terdahulu melakukan proklamasi merdeka pertama juga pada bulan Ramadhan. Dengan demikian kebebasan yang kita nikmati saat ini, selain dari perjuangan pahlawan kita, tentu tidak lepas dari rahmat dan hidayah Allah SWT.



Dalam bulan puasa, guna menghormati momen kemerdekaan, pemuda Karang Taruna desa Blimbing (sebuah desa di kabupaten Lamongan, Jawa Timur) memperingati hari bersejarah tersebut dengan mengadakan acara Festifal Anak Sholeh (FASI) sekelurahan, yang diikuti 24 TPA/TPQ. Perlombaan diantaranya adalah:
1. Lomba Adzan
2. Lomba Kaligrafi
3. Lomba Tartil
4. Lomba Puisi
5. Lomba Pildacil



Masing-masing lomba diikuti santri berumur 12 tahun ke bawah dan dimulai tanggal 6 hingga 8 Agustus 2012. TPA Ribathul Muslimin di dusun Gowah juga menyemarakkan acara tersebut.



Dengan diadakannya FASI, pemuda berharap agar anak-anak dapat termotivasi dalam belajar agama dan siap menjadi generasi Qur'ani. Ormas ini berkomitmen bahwa setiap tahun, mereka akan selalu mengadakan festival tersebut.










~ Rabu, 08 Agustus 2012 0 komentar

Si kaya dan si miskin

Saya lewat di depan sebuah warung di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, dan seorang bos ikan sedang duduk di papan bambu. Sepintas, warung tersebut tampak tutup, tapi didalam, ia berjualan seperti biasa, sehingga orang bebas makan atau minum kopi, meskipun mereka harus menikmatinya secara diam-diam.

Seorang pelanggan keluar dari warung. Ia berpapasan dengan bos ikan itu, dan terjadilah percakapan. Untuk menutupi identitas, saya akan inisialkan bos dengan N dan pelanggan warung dengan K.

N: Hai, orang mlarat. Kok tidak pernah puasa?
K: Hai, wak kaji. Mending aku tidak puasa, daripada orang kaya tidak puasa.
N: Lho aku ini puasa. Jangan seenaknya menuduh. Kalau kamu kan sudah jelas. Baru saja kamu keluar dari warung makan. Dinasehati kok gak terima.
K: Saya tidak menuduh anda. Orang kaya kan banyak. Mungkin mereka ada juga yang gak puasa.
N: Dibilangin malah bantah. Sudah mlarat, gak puasa, kere pula.
K: Puasa atau tidak itu terserah saya. Dasar sombong.

Percakapan diatas menggambarkan betapa orang kaya di Blimbing dan Brondong memandang rendah orang yang lebih miskin, sehingga mereka ngomong sakenake dhewe.

Ia seperti menasehati, tapi nyatanya itu menjadi olok-olok dan perendahan martabat. Mestinya apabila kita ingin menegur orang atas ketidakpuasaannya, kita tanya ia dengan baik-baik, minta dengan sopan untuk mengungkapkan apa alasan ia tidak berpuasa, tanpa menyinggung perasaannya.

Untuk itu, pembaca sekalian, khususnya teman yang sudah berkelebihan harta maupun yang baru menuju kaya, janganlah kalian menyombongkan diri. Jikalau kalian hendak menasehati, lakukanlah dengan cara yang lebih sopan, dan berusahalah untuk tidak menyinggung perasaan lawan bicara.

Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah Muhammad SAW adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umat Muslim. Beliau bersabda:

"Tidak sempurna iman seorang Muslim kecuali orang yang baik budi pekertinya (berakhlakul karimah)."


~ Sabtu, 28 Juli 2012 0 komentar

Rahasia pakaian ihram

Tahukah anda bahwa kain ihram adalah bentuk ketaatan Muslim kepada Allah SWT?

Pernahkah anda melihat orang yang pergi haji atau umrah dengan pakaian selain ihram, misalnya jubah atau jas? Kalaupun ada, mereka memakainya hanya sementara. Selebihnya, mereka wajib mengenakan pakaian ihram, kain putih tak berjahit yang digunakan untuk menutup aurat selama haji atau umrah.

Melaksanakan haji hukumnya wajib, namun hanya bagi yang mampu, dan begitu juga memakai ihram. Ia adalah wajib, meski tidak ada aturan yang mengharuskan bagi yang mampu.

Mengenakan pakaian ihram menandakan bahwa di hadapan Allah Muslim tidak sanggup berbuat sombong. Semua manusia, tak peduli kaya, miskin, hitam, atau putih, diperlakukan sama; mereka semua sama-sama terbalut dalam pakaian ihram.

Pakain ihram juga pengingat bahwa semua orang akan mati dan kelak ditutup dengan kain putih, layaknya kain ihram. Selama ini, saya dan juga anda tentu belum pernah melihat orang mati yang dibungkus kain warna-warni, bukan?

Rasulullah bersabda, "Umatku yang paling cerdas dan paling mulia adalah umatku yang paling banyak ingat mati, lalu mempersiapkan diri untuk hidup setelah mati."


~ Selasa, 24 Juli 2012 0 komentar

Tiga wasiat Nabi Muhammad SAW kepada umatnya

Pada suatu hari, seorang sahabat menghampiri Rasulullah Muhammad SAW,
meminta beliau memberi wejangan sebagai wasiat bagi dirinya.

Sahabat: Ya Rasulullah, berilah kami wejangan sehingga kami tidak terlena dengan keduniawian.
Rasulullah: Ya sahabat, aku hanya berpesan tiga hal. Jika umatku melakukan tiga hal tersebut, mereka tidak akan terlena dengan keduniawian.
Sahabat: Apa itu, ya Rosulullah?
Rosulullah: Pertama, seringlah ingat mati, karena dengan itu kita akan terjauh dari rasa sombong, angkuh, kikir dan sebagainya.
Kedua, seringlah bersyukur dalam keadaan apapun, karena dengan itu Allah senantiasa menambah kenikmatan kepada kita semua.
Ketiga, selalu berdoa kepada Allah SWT karena dengan itu kita merasa bahwa manusia tidak berdaya kecuali atas kehendak Allah semata. Itu juga merupakan cara mendekatkan diri sebab kita tidak pernah tau kapan doa kita dikabulkan Allah SWT.

Semoga kita senantiasa melaksanakan tiga hal tersebut.

~ Minggu, 22 Juli 2012 0 komentar

Marhaban ya Ramadhan

Ketika bulan Ramadlan tiba, Rasulullah SAW menyambutnya dengan mengucapkan "Marhaban ya Ramadlan," selamat datang bulang Ramadlan, selamat datang bulan pembersih.

Ucapan di atas memiliki arti bahwa Ramadhan adalah bulan untuk membersihkan diri dari semua dosa. Tidak ada waktu yang paling cocok dan nikmat untuk meminta ampunan Allah SWT kecuali saat Ramadhan. Meskipun selain waktu itu kita hendaknya selalu memohon ampunan Allah SWT, namun Ramadhan adalah yang paling utama, di mana setiap pahala akan dilipatgandakan.

Selama Ramadhan, Muslim wajib berpuasa, namun sebagian orang melakukan itu di bibir saja: Tidak sedikit dari mereka melanggar kewajiban berpuasa. Dan anehnya, orang-orang tersebut tetap ikut shalat tarawih, yang merupakan amalan sunnah, sementara mereka meninggalkan puasa, yang merupakan amalan wajib. Apakah bisa kita katakan benar orang-orang seperti ini?

Atau dalam kasus lain, banyak orang tidak mau berpuasa, tapi giliran hari raya, mereka berbondong-bondong merayakannya. Nah, ini membuktikan bahwa manusia suka perkara yang mudah-mudah dan menhindari hal-hal yang susah-susah atau yang membutuhkan perjuangan sedikit keras, dan dengan demikian mereka memilih ibadah yang ringan daripada yang berat.

Padahal sebagai orang beriman yang kuat, semua ibadah itu ringan jika ia dilakukan dengan ikhlas dan senang hati dan tentunya dengan penuh kesungguhan.

Semoga di bulan Ramadan kali ini, kita umat muslim bisa melaksanakan ibadah dengan sebaik mungkin, sehingga kita mendapatkan rahman dan rahim dari Allah SWT. Amin.

~ Sabtu, 21 Juli 2012 0 komentar

Lomba mewarnai sekecamatan




Suasana peringatan hari Kartini masih terasa di Blimbing, dengan penyelenggaraan lomba mewarnai sekecamatan Paciran. Murid TK dan SD, yang dipilih dari masing-masing sekolah, mengikuti acara ini.

Perlombaan bertempat di SDN 1 Blimbing, Paciran, kabupaten Lamongan. Peserta sangat antusias dan ramai. Semua anak yang rata-rata berusia lima tahun itu mewarnai gambar ibu Kartini dengan begitu bersemangat sehingga lelahpun tak terasa bagi mereka. Dalam kesempatan itu, sambil anak-anak tersebut menuangkan kreatifitas mewarnai, aku memotretnya dengan gaya yang berbeda.

Guru SD di tempat tersebut berharap ini dapat memicu kreatifitas dan bakat anak, bukan hanya sekedar bermain atau besenang-senang. Selain itu, ini juga dapat membantu mereka mengenal sosok Kartini.

Sebelum perlomban dimulai, beberapa murid menampilkan tari-tarian. Mereka berlenggak-lenggok kayak kodok di tengah lapangan sekolah.

Perlombaan berlangsung dari pukul 9 hingga 11 siang, namun pemenang belum dapat diumumkan hari itu. Kata salah satu penonton, pemenang akan dihubungi melalui sekolah masing-masing.

~ Kamis, 26 April 2012 0 komentar

Peringatan hari Kartini













Setiap tanggal 21 April, kita mengenang Kartini, sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia. Dan warga desa Blimbing di kabupaten Lamongan tidak pernah lupa hari bersejarah itu. Diikuti terutama oleh murid sekolah Taman Kanak-kanak (TK), acara arak-arakan diadakan setiap tahun di desa itu, seperti halnya perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI).

Perayaan kali ini diselenggaran oleh SD Islam Sultan Agung, sebuah sekolah swasta di Gowah, Blimbing. Satu kelompok drumband kanak-kanak memeriahkan acara itu, dan sekolah-sekolah lainnya juga turut ambil bagian. Meskipun hanya diikuti oleh ratusan peserta, arak-arakan itu cukup mencuri banyak perhatian penonton. Wajah anak-anak, yang dipoles begitu lucu, didandani dengan busana Jawa, dengan blangkon dan konde, menambah kegembiraan bagi masyarakat Blimbing.

Walaupun anak-anak belum mengerti sejarah dari hari tersebut, tapi mereka begitu bersemangat, seperti semangatnya Kartini yang memperjuangkan hak wanita di indonesia.

Acara serupa juga diadakan di desa tetangga Dengok. Mungkin di daerah lain juga. Bagaimana dengan tempatmu?

~ Sabtu, 21 April 2012 0 komentar

Masjid bersejarah dibakar

Innalillahi wainna illaihi roji'un.
Subhanallah. Masjid bersejarah telah dibakar Jum'at, 13 April 2012, seperti kukutip hurriyetdailynews.com.

Masjid bersejarah Koprulu Aga Haci Ibrahim, di Limasol, Siprus, Yunani telah dibakar dengan menggunakan bensin oleh pelaku yang tak dikenal.
Sebagian atap runtuh dan semua karpet hangus. Yang sangat disayangkan adalah benda-benda bersejarah seperti nisan juga ikut pecah.

Menurut kepolisian setempat, belum satupun pelaku ditangkap, namun mereka menduga pelaku pembakaran ini adalah anak-anak muda. Polisi setempat menjelaskan bahwa 15 hari yang lalu sebelum masjid itu dibakar, sudah pernah ada kelompok yang tak dikenal menyerang.

Sebagai Muslim, bagaimana anda merasakan ini? Bagaimana perasaan anda saat mendengar Masjid, tempat ibadah anda, dibakar. Apakah anda berpikir bahwa perasaan umat Kristen juga akan sama seperti anda ketika tempat ibadah mereka dihancurkan? Sudah tentu, perasaan kita semua sama.

Ketiadaan toleransi membuat anda kehilangan rasa menghargai dan akhirnya menciptakan dendam.



~ Senin, 16 April 2012 0 komentar

Pentingya Toleransi

Hilangnya toleransi telah kita rasakan sejak lama di Indonesia, di sebuah negara yang mengaku "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Setiap orang membenarkan keyakinan, tanpa mendengarkan pendapat orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, di desa seperti Blimbing ini, sikap saling menghargai sudah tiada, baik antar sesama agama maupun antar lain kepercayaan, baik antar golongan maupun antar tetangga.

Ini semua menciptakan kehidupan yang kacau, menimbulkan kejahatan dan pembunuhan. Sebab, hilangnya toleransi sama artinya dengan musnahnya nurani. Dan ini telah terjadi pada abad ini.

Padahal semua agama, baik Islam, Kristen maupun Budha, mengajarkan untuk menghormati. Sikap menghargai itu begitu penting bagi kehidupan karena ia akan menghadirkan kerukunan dan perdamaian. Maka dari itu, mari kita junjung kembali toleransi yang hilang ini, toleransi dalam semua aspek kehidupan.

Bukankah semua perbedaan itu adalah kehendak Allah? Dalam surat Al-Maidah ayat 48, Allah berfirman "...Allah hendak menguji kamu atas pemberiannya kepadamu, maka berlomba-lombalah untuk mencari kebajikan..."

Setiap orang disuruh berlomba dalam meraih keridhoan sang Illahi (fastabiqul khairot), bukan memaksa orang lain untuk berbuat kebajikan, juga bukan menyalahkan dan membenarkan diri sendiri seolah-olah kebajikan yang dilakukannya itu paling sempurna.

Salah satu contoh dari sikap pembenaran adalah menganggap ibadah kita paling baik dari pada orang lain. Padahal bagi Allah, itu belum tentu demikian.

Dalam ayat lain, Allah juga menjelaskan bahwa Islam sendiri mengajarkan toleransi.

"Bahwa tidak ada paksaan dalam beragama" (Al-Baqarah: 256).

"Bagimu agamamu dan bagiku agamaku" (Al-Kafirun: 6).

Itulah bukti bahwa islam sebenarnya menjunjung toleransi, sikap yang diperlukan semua manusia. Perbedaan antar suku, ras, golongan dan agama tidak seharusnya memecah persaudaraan seperti sekarang. Perbedaan akan selalu ada sampai hari kiamat, seperti adanya bulan dan bintang, langit dan bumi, siang dan malam, yang merupakan ciptaan dan ketetapan Tuhan. Begitu pula kita, manusia. Kita selalu berbeda.

Marilah berpikir secara jernih dan mulai menumbuhkan rasa menghargai di negeri yang sudah kisruh ini. Dengarkan hati nurani anda. Bayangkan betapa indahnya jika anda memiliki jiwa yang lebih bisa menerima perbedaan. Karena kita adalah "Bhineka Tunggal Ika"


~ 0 komentar

Ular langka usai gempa

Seusai gempa 13 Maret di Aceh, warga geger dengan penemuan ular langka dan unik. Pada kepala ular tersebut, terdapat lafaz Innallah. Ular itu berukuran panjang 50cm, dan kepalanya sebesar jempol orang besar.

Seorang warga menemukan binatang tersebut di bawah atap genteng saat ia membesihkan kandang sapi. Ular itu diserahkan pada pak Ayub dan kini disimpan di dalam toples kaca. Pak Ayub menjelaskan bahwa ia telah memperlihatkan ujar tersebut kepada Abi Syaifudin, salah satu tokoh masyarakat Aceh.

Pengunjung baik dari Aceh timur maupun Aceh barat membanjiri tempat penyimpanan ular.

Mungkin ini mengingatkan kita semua bahwa musibah apapun, besar maupun kecil, adalah kehendak dan kekuasaan Allah agar kita senantiasa ikhlas dan sabar dalam menghadapinya.


~ 1 komentar

Keyboard Komputer unik, berbentuk mesin tik


Kita tahu mesin tik yang dulu sempat populer di tahun 90-an. Semua orang memakainya. Ia digunakan oleh mahasiwa untuk menulis skripsi atau oleh pejabat kelurahan untuk membuat surat.

Dengan perubahan zaman yang serba canggih, mesin tik ala 90-an itu mulai punah.

Dalam kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi yang kita rasakan, semua seakan telah berubah. Tik beralih ke komputer. Telepon rumah berganti telepon genggam. Namun meskipun demikian, janganlah sampai kita melupakan zaman yang kita sudah lalui. Seperti baru-baru ini, kita dikejutkan oleh hasil kreatifitas seorang Jack Zylkin, pemilik toko Esty yang membuat keyboard komputer berbentuk "mesin tik". Ini merupakan bentuk yang unik. Mesinnya canggih namun bentuknya kuno.

Keyboard berbentuk mesin tik ini dapat bekerja seperti Keyboard pada umumnya. Namun uniknya, keyboard tersebut dilengkapi tempat kertas yang dapat diketik seperti zaman dulu. Bunyi tiknya pun sama. Kita benar-benar dibawa ke masa lampau meskipun kecanggihannya adalah masa sekarang.

Keybord unik ini ditawarkan seharga $699 sampai $849, atau kurang lebih 6 jutaan sampai 8 jutaan, seperti yang dikutip Tomshardware.

Meskipun tawaran ini sedikit mahal, namun kita patut menghargai bahwa harga segitu cukuplah murah dibanding ide kreatifnya.

~ Rabu, 11 April 2012 0 komentar

Siswa kehilangan pendengaran setelah ditampar guru

Modernisasi zaman ternyata tidak bisa menghilangkan kejadian usang. Seorang Guru yang memukul murid sampai terluka merupakan guru yang kurang profesional, dan ini telah terjadi di Pamekasan.

Ahmad Fakih, yang adalah ketua kelas di sekolahnya di Pamekasan, telah kehilangan pendengaran sebelah setelah ditampar guru Geografi.

Berikut cerita Fakih:

"Sebelum guru itu masuk, kami diajar Matematika. Kebetulan guru Matematika itu selesainya lebih 10 menit. Setelah itu masuklah guru Geografi. Aku masih menyelesaikan tulisan matematikaku yang kurang sedikit. Tiba-tiba aku dilempar penghapus dan aku menyudahi tulisanku. Dia mendekatiku dan menampar aku.

Sebenarnya kejadian ini terjadi 3 Maret. Namun saat ini semakin lama telingaku semakin sakit. Kemudian oleh orang tuaku, M. Masykur, aku diperiksakan ke poliklinik RSD Dr. Slamet Matodirdjo, Pamekasan. Dokter mengatakan kendang telingaku pecah. Pendengaranku rusak.
Aku jadi sasaran mungkin karena aku ketua kelas."


Saat ini belum jelas bagaimana ini bisa terjadi, namun Moh. Masykur berharap guru yang berbuat itu harus secepatnya diberi sangsi oleh sekolah. "Jika tindakan itu tidak cepat dilakukan, maka kami akan melaporkan ke polisi," kata ayah Fakih dengan tegas.

Hal seperti ini mungkin terjadi di daerah-daerah yang belum tentu diketahui oleh masyarakat luas. Lalu bagaimana nasib anak-anak kita yang kebetulan diajar oleh guru semacam itu?

Inilah kurangnya perhatian dan pengertian guru. Gelar guru hanyalah jabatan, hanya dibuat alat mencari uang, dan bukan bentuk pengabdian. Semoga kita kita terhindar dari hal semacam itu.

~ 0 komentar

[Kisah nyata] Pemulung gendong mayat anaknya karena tak bisa bayar Ambulans



Penumpang kereta api listrik jurusan Jakarta-Bogor geger sebab mereka tahu bahwa pemulung 38 tahun, yang bernama Supriono, telah menggendong mayat anaknya Khairunnisa, 3 tahun. Hari itu, ia hendak membawa Khairunnisa ke kampung Keramat, Bogor. Tapi karena ia dicurigai melakukan kejahatan, Supriono dipaksa turun dari kereta di stasiun Tebet dan langsung dibawa ke kantor polisi.

Di kepolisian, pria tersebut mengatakan si anak telah meninggal karena penyakit muntaber.

Mendengar pengakuan itu, polisi tidak begitu saja percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah ke rumah sakit untuk di Autopsi.

Ketika jenazah telah tiba di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khairunnisa sudah empat hari terserang muntaber.

"Saya hanya sekali membawa khairunnisa berobat ke puskesmas di kecamatan Setiabudi. Meski biaya hanya Rp 4.000 tapi saya hanya pemulung kardus dan plastik di jalan, yang penghasilannya hanya Rp 10.000 per hari." Ujar bapak dua anak yang mengaku tinggal di kolong lintasan rel kereta api di Cikini itu.

Dengan keadaan seperti itu, dan dengan kebiasaan sakit yang dialami orang miskin, Supriono hanya berharap anaknya bisa sembuh dengan sendirinya.

Khairunnisa, selama sakit, terkadang masih ikut ayah dan kakaknya Musriki Sholeh untuk memulung di Manggarai hingga Salemba, meski ia hanya terbaring di gerobak ayahnya.

Dan karena tidak kuasa melawan penyakitnya, Khairunnisa meninggal dunia di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang lusuh, dan di sela-sela kardus yang kotor.

Tak ada siapa-siapa kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan musriki termangu. Bersama mereka, hanya ada uang Rp 6.000, yang tak mungkin cukup untuk beli kain kafan bagi mayat si kecil, apalagi untuk menyewa Ambulans.

Sementara Khairunnisa masih terbaring di gerobak, sang bapak mengajak Musriki berjalan mendorong mayat adiknya dari Manggarai hingga ke stasiun Tebet.

Pukul 10 pagi, gerobak sampai di stasiun. Sarung yang sedikit kotor digunakan untuk membungkus mayat Khairunnisa. Wajah dan kepalanya sengaja dibuka agar orang-orang tahu bahwa anak itu sudah menghadap sang Khaliq.

Sambil tangannya menggendong mayat, Supriono menuju Kereta Api, dan seorang pedagang keliling tiba-tiba menghampiri dan menanyakan apa yang dibawanya. Supriono menjelaskan bahwa anaknya meninggal dunia dan ia akan membawanya ke Bogor untuk dimakamkan. Mendengar kata "meninggal dunia" dari mulut Supriono, penumpang lainnya spontan kaget. Mereka langsung berkerumun. Supriono dibawa ke kantor Polisi Tebet.

Setelah beberapa pertanyaan terhadap Supriono, polisi menyuruhnya membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang Ambulans hitam. Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.

Supriono hanya bisa bersandar di tembok ketika ia menantikan surat permintaan pulang dari RSCM.

Muriski, sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya sudah tidak bernyawa, masih terus bermain. Ia sesekali memegang tubuh adiknya.

Pukul 4 sore, petugas akhirnya mengeluarkan surat. Dan lagi-lagi karena tidakadanya uang untuk menyewa Ambulans, Supriono harus berjalan kaki dan menggendong mayat anaknya sambil menggandeng Muriski.

Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di RSCM juga memberikan Air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

Sartono Muladi, seorang psikolog, menangis mendengar cerita tersebut. Ia mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa tragis itu. Dan ini juga merupakan renungan bagi kita semua dan sebagai tamparan untuk Bangsa dan Negara Indonesia ini.

~ Kamis, 05 April 2012 1 komentar

Suara TPI Brondong tentang kenaikan BBM

Pemerintah Indonesia berencana menaikkan harga BBM pada 1 April 2012. Bensin yang semula Rp 4.500 per liter akan menjadi Rp 6.000. Begitu juga bahan bakar lainnya.

Setiap hari, media memberitakan tentang penolakan kenaikan ini, dan masyarakat telah turun ke jalan untuk berdemo. "Masyarakat akan semakin resah kalau BBM jadi dinaikkan," kata mereka.

Penolakan juga terlihat di daerah kami, di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong. Tak seorang pun di TPI setuju kalau harga BBM dinaikkan.

Kemarin malam, JTV meliput pelabuhan TPI Brondong secara khusus dalam acara SOROT. Pebisnis ikan Jatmiko, ketika diwawancarai JTV, mengatakan: "Kalau BBM naik ya kasihan para nelayan, karena kami sebagai pembeli belum tentu bisa membeli mahal. Saya cuma dapat membeli seharga semampu pabrik."

Di acara itu, selain para pria, terlihat ibu-ibu yang bekerja ngorek (menyortir) ikan. "Keadaan sekarang saja sudah susah. Malah BBM dinaikkan. Malah jadi apa orang kecil seperti kita ini?" kata seorang wanita.

Khoirul, warga Blimbing yang bekerja di pelabuhan tersebut, mengatakan jika kenaikan BBM ini benar terjadi, maka orang miskin akan makin memprihatinkan, dan hidupnya akan bertambah susah karena pendapatannya tidak stabil dengan pengeluaran.

Tidak itu juga, dalam kesempatan mengobrol di warung kopi TPI Brondong, tempat aku biasa mangkal setiap pagi, aku bertanya kepada Mudi, yang sering membeli ikan untuk pabrik.

Jhony: Kak, apabila kenaikan BBM besok terjadi beneran, apakah harga ikan juga bisa ikut naik?
Mudi: Belum pasti, Jhon. Malah bisa jadi turun.
Jhony: Lo, kok malah gtu? Berarti kasihan dong para nelayan.
Mudi: Na mau gimana, Jhon? Kan harga ekspornya belum tentu naik. Kalau ekspornya gak naik, maka pabrik akan menurunkan harga belinya. Begitu juga sebaliknya.


Obrolan tersebut membawa satu kesimpulan bahwa jika kenaikan harga BBM terus terjadi, maka rakyat akan sengsara, khususnya para Nelayan. Apabila BBM mahal, sudah pasti semua harga makanan pokok ikut mahal. Dan kebutuhan para nelayan sudah tentu akan menaik. Padahal harga ikan belum tentu ikut naik. Hasil tangkapannya juga belum tentu banyak. "Apakah ini gak menyengsarakan rakyat?" tanya salah satu belah nelayan kepada kami.

Knaikan BBM akan menambah jumlah orang miskin. Anda tidak ingin Indonesia dipenuhi orang kere, bukan? Di samping itu pula, kenaikan ini belum tentu bisa mengubah kemajuan perekonomian bangsa. Malah ia mungkin akan memperbanyak kejahatan, seperti pencurian, perampokan, penjualan barang haram, dan pembunuhan terhadap orang lain, atau bahkan terhadap diri sendiri. Sudah cukup kita dengar orang berjenggot bunuh diri dengan bom. Jangan sampai kita dengar nelayan bunuh diri karena BBM, kecuali jika kita ingin citra nelayan -- dan juga citra bangsa -- menjadi buruk.

Maka tidak salah jika masyarakat berkata, "Kenaikan harga BBM itu seperti mencekik leher orang miskin secara perlahan-lahan"

~ Rabu, 28 Maret 2012 0 komentar

Pindah ke planet saja kalau bosan dengan Indonesia

Setiap selesai shalat Jum'at di Masjid Nurul Huda di desa Gowah, sudah jadi kebiasaan bagi jama'ah untuk mengambil buletin agama yang disediakan oleh ta'mir. Di antara buletin tersebut adalah AL-ISLAM, yang diterbitkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah organisasi yang didirikan tahun 1953 oleh Taqiuddin al-Nabhani.

Dan hari ini aku mengambil satu lembar karena menurutku AL-ISLAM menulis judul yang cukup tajam: "Menaikan harga BBM: Menyengsarakan Rakyat."

Berniat membaca di rumah, aku berpapasan dengan pria gondrong dalam perjalanan pulang. Dia membawa buletin sepertiku. "Awas, kalo moco ojo karo mlaku. Entar kesandung lho," kataku dengan guyon pada pria itu.

Pria itu tertawa kecil. Buletinnya ia balik berulang kali. Wajahnya sedikit menegang, menandakan rasa tidak suka pada apa yang ia baca. Ia seperti muak dengan topik pemerintahan yang digembar-gemborkan dalam buletin itu. "Gak taune. Senengane kok bahas pemerintah," kata pria itu.

"Ya iya lah. Wong awak dhewe kan urip nek pemerintahan. Nek pan gak seneng, yo ayo urip nek planet liyo bae," aku menyeletuk, dengan tertawa agak lebar. Pria itu ikut tertawa.

Pria tersebut melanjutkan perjalanan ke rumahnya, dan aku berbelok ke gang untuk pulang.

Pria itu, aku menduga, telah lama merasa jenuh atas radikalisme yang dibawa HTI, yang sebentar-sebentar membahas soal negara. Ini juga sudah jelas bahwa perjuangan HTI bukan memperbaiki akhlak manusia, melainkan mengubah pemerintah.

Di tempatku di desa Blimbing di kabupaten Lamongan, 10% dari seluruh warga telah bergabung dengan HTI. Mereka selalu mengaji di berbagai tempat, baik di masjid, di mushola, bahkan di rumah. Itu hal yang baik, tapi itu sangat meresahkan dan sekaligus membahayakan. Sebab, diskusi yang mereka lakukan seringkali adalah tentang politik, tentang bagaimana memerangi Republik.

Masyarakat sendiri tidak selalu tahu maksud diskusi tersebut, sehingga mereka seolah hanya ikut-ikutan saja. 'Bombongan,' kata orang Jawa -- disuruh begini mau, disuruh begitu mau.

Hizbut Tahrir, yang didirikan di Yerusalem tersebut, adalah organisasi politik. Tujuan dari organisasi ini adalah membentuk peradaban Islam, dengan menyatukan negara-negara Muslim menjadi kekhalifahan tunggal. Mereka menyebutnya Khilafah Islamiah, sebuah sistem yang diatur berdasarkan hukum Islam dan dipimpin oleh seorang khalifah.

Ide seperti ini hanya bagus jikalau mereka hidup dalam satu kelompok saja. Sayangnya, kita hidup secara berdampingan; kita hidup dalam berbagai keragaman. Apabila satu kelompok ingin memaksakan agar kehendaknya diwujudkan, lalu bagaimana dengan kelompok lain? Jika Islam menginginkan khilafah didirikan, bagaimanakah dengan orang Kristen atau Hindu atau Budha? Bukankah mereka juga akan menginginkan jika Indonesia dijadikan negara yang bersistem sesuai dengan agama mereka?

Maka untunglah, perkembangan HTI sangat lambat di Blimbing, desaku yang tercinta. Dan banyak pula orang yang menghindarinya.


~ Jumat, 23 Maret 2012 3 komentar

Pengamen

Seorang pengamen sedang tidur pulas di depan rumahku, ditemani gitar sederhana yang hanya terbuat dari kayu dan karet.

Betapa nikmat ia tidur, seperti rumah sendiri, meskipun ia melakukannya di tempat orang lain yang ia tak tahu pemiliknya. Pengamen ini pasti sedang keletihan karena seharian menelusuri jalan dan bernyanyi di setiap rumah.

Mungkin tidak banyak orang tahu betapa pekerjaan mengamen itu melelahkan, dan hasilnya pun tidak menentu. Bahkan anak dan istrinya sendiri belum tentu tahu bagaimana perjuangan ayahnya mencari nafkah, bagaimana ayahnya tidur seadanya di sembarang tempat.

Sebagai anak, mereka mungkin hanya tahu bahwa ayahnya mendapatkan uang dan bahwa mereka bisa makan dan jajan, tanpa berfikir bagaimana cara ayahnya mencari uang dan berapa yang ayahnya sanggup hasilkan.

Terkadang anak juga malu mengakui bahwa ayahnya seorang pengamen, sehingga ia menyuruh ayahnya untuk berpakaian rapi sebelum pulang. Semoga kita tidak termasuk anak yang seperti itu.

Mulai sekarang, marilah kita berpikir cara menyikapi keadaan. Walapun jenis pekerjaan ada bermacam-macam, janganlah kita lupa untuk saling tahu dan membantu. Kita harus belajar mensyukurinya setiap saat. Tak peduli apapun pekerjaan kita, selama itu tidak melanggar syariat agama, kita nikmati dan kita syukuri saja.


~ Minggu, 18 Maret 2012 0 komentar

Wanita bercadar dihajar oleh suami

Seorang wanita bercadar di Blimbing dihajar habis-habisan oleh suaminya hingga terluka parah dan dilarikan ke Pusat Kesehatan Umum (PKU) di
kecamatan Paciran pada hari Jumat.

Oleh masyarakat setempat, pasangan suami istri ini dikenal sebagai pengikut kelompok garis keras. Sang istri, Sukidah, 35 tahun, sebelumnya ditinggal oleh suaminya, Huda, selama lebih dari dua bulan untuk mondok di sebuah pesantren.

Sehari setelah suaminya kembali, terjadi pertikaian di rumahnya, dan Sukidah dipulangkan ke ayahnya di dusun Gowah oleh Huda. Ayahnya kaget melihat putrinya dalam keadaan lemah dan memar, dan ia langsung dibawa ke rumah sakit.

Saat ditanya ayahnya kenapa ia jadi begini, Sukidah menjawab bahwa ia telah dipukuli suaminya. Sang ayah tidak terima dan kemudian melapor ke kepolisian setempat. Suami Sukidah kini ditahan.

Seperti kita semua ketahui, rumah tangga sakinah mawadah warahmah adalah dambaan setiap Muslim. Wanita yang bercadar dan laki-laki yang berjenggot seperti suami Sukidah kerap menjadi cerminan Muslim yang baik. Dan barangkali, mereka juga terlihat khusuk ketika beribadah, sehingga banyak orang menyangka keluarga semacam itu adalah sempurna dan patut ditiru.

Namun dengan kejadian diatas, kepercayaan orang awam pada jenggot dan cadar seakan terhapuskan. Dan sebab itulah, pikiran masyarakat Gowah mulai tertanamh satu pandangan bahwa cadar dan jenggot tidak selalu menjadi ukuran untuk keluarga yang baik.

~ Sabtu, 17 Maret 2012 0 komentar

Suasana di TPI Brondong

Pantai Lamongan sedang kedatangan angin kencang dalam beberapa minggu terakhir, sehingga nelayan pensiun untuk sementara.

"Mungkin seminggu lagi baru berlayar," kata Anin, seorang juragan nelayan di desa Gowah.


Akibat badai di laut yang belum mereda, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong menjadi sepi. Itu adalah situasi yang berbeda dengan hari sebelumnya.

Beberapa hari lalu, sambil aku jalan-jalan di TPI, aku melihat pria paruh baya merenung di tepi sambungan perahu, duduk menghadap utara. Dia menatap ombak besar yang bercampur angin di samudera. Secara diam-diam, aku menjepret dia dengan Sony Ericssonku.


Selain pria perenung di tepi laut, aku juga melihat sejumlah staf TPI sedang melihat-lihat ikan. Sebagian menimbang. Sebagian mengukur panjang ikan, dan sebagian lainnya mencatat. Dan sekali lagi dengan diam-diam, aku menjepret orang-orang tersebut. Aku sempat menanyakan kenapa mereka melakukan itu, hal yang sebelumnya tidak ada. Kata mereka: "Ini baru diadakan penelitian dan pemantauan. Takutnya ada ikan yang berformalin."



Pemakaian formalin memang kerap terjadi di TPI Brondong. Maka dengan pemantauan tersebut, aku sedikit gembira. Sebab, pemeriksaan seperti ini sangat jarang atau mungkin hampir tidak pernah dilakukan. Nelayan di desa Brondong, Blimbing dan sekitarnya harusnya memiliki kesadaran bahwa formalin membawa bahaya yang cukup besar, dan aku yakin jika para nelayan itu disuguhi ikan yang mengandung formalin, mereka tentu menolak memakannya.


~ 0 komentar

TPA Ribathul Muslimin

TPA Ribathul Muslimin terletak di dusun Gowah, desa Blimbing, kecamatan Paciran, Lamongan.

Foto di atas adalah suasana kelas saat seorang ustadzah tengah mengajar. Keadaannya memang sedikit amburadul, namun itu bisa dimaklumi dan sudah cukup lumayan untuk ustadzah baru sepertinya. Dua hari lalu, ia masuk mengajar untuk pertama kali, dan saya memantaunya setiap hari.

Saya percaya seiring waktu, ia akan semakin baik. Dan untuk anda yang baca artikel ini, saya mohon doanya demi perbaikan TPA Ribathul Muslimin.

~ Jumat, 09 Maret 2012 0 komentar

Masjid Baitur Rahim

Masjid BaiturrahimMasjid Baitur Rahim adalah salah satu masjid yang cukup bagus yang terletak di desa Dengok, kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Suasananya yang nyaman menjadikan masjid ini sebuah ampiran bagi orang dalam perjalanan jauh.

Di Baitur Rohim, selain beribadah, kita bisa menikmati pemandangan laut dengan angin yang sepoi-sepoi tepat di sebelah utara masjid. Sungguh keindahan alam yang agung, dan pengingat atas kebesaran Allah.

Masjid Baitur Rohim yang dikelilingi laut, kuburan dan jalan raya ini dibangun sekitar tahun 1990 dan direnovasi tahun 2005. Pada tahun 2008, masjid ini diresmikan secara langsung oleh K.H. Amien Rais.

Jamaah di Baitur Rahim cukup banyak karena selain orang Dengok, warga luar desa seperti Blimbing, Kandang Semangkon -- dan ditambah para musyafir -- kerap melakukan shalat di masjid tersebut.

Jika anda penasaran dengan tempat ibadah yang memiliki arsitektur sederhana namun indah ini, silahkan sekali-kali mampir atau berjamaah di masjid tersebut, di jalan raya Deandles, sekitar tiga kilometer dari Wisata Bahari Lamongan.


~ Senin, 05 Maret 2012 0 komentar