Aviza Zafarani (bagian 2)

~ Selasa, 28 Agustus 2012
Pagi menjelang. Ibuku keluar dari ruang perawatan, menemui ayah dan keluarga yang menungguiku di rumah sakit. Ibu bercakap bersama mereka dan mengajak ayah untuk menjenguk aku, memastikan kondisiku baik.

Namun di ruanganku, ibu dan ayah dilarang masuk sampai tiba jam berkunjung. Mereka kecewa dan berjalan keluar.

"Aku masuk ke kamarku dulu, mas," ibu kembali terbaring di ruang perawatannya, dengan menyimpan kekecewaan itu.

Ayah duduk bersama keluarga untuk sarapan. Pada pukul 11 siang, jam kunjungan telah dibuka, tapi hanya ibu yang boleh melihatku. Ibu di dalam bersama aku, bayi kecilnya. Ayah di luar bersama mereka, keluarga besarnya.

Sementara itu, suster memberitahu ayah bahwa ibu sudah bisa pulang, dan bahwa aku harus tetap ditahan. Keadaanku terlalu lemah untuk dirawat di kampung halaman.

Ayah juga dipanggil untuk mengurus Jaminan Persalinan (JAMPERSAL), sebuah layanan bagi ibu melahirkan yang biayanya dijamin oleh pemerintah. Ayah berjalan kaki mencari foto kopi, bertanya kesana-kemari, memasuki loket-loket di setiap sisi. Wajar saja, ayah pertama kali menangani hal tersebut, dan semua itu ayah selesaikan dengan lancar.

Pukul satu siang, ibu diperbolehkan pulang tapi tidak bersamaku. Mungkin ibu sedih karena keadaan ini, namun aku bahagia karena melihat ibu baik-baik saja, tanpa dirawat sepertiku.

Ibu sempatkan menjenguk aku, membelaiku. "Anakku yang cantik," kata ibu "yang sehat ya. Ibu mau pulang dulu."

Andai bisa kusampaikan, aku pasti katakan padanya bahwa aku ingin bersamanya, namun aku hanya dapat menggeliat. Aku sedang terlelap.

Kasihan ibu. Ia berkunjung ketika aku tertidur. Ia tidak tega untuk bangunkan aku. Ia ibu yang sangat baik, dan aku sangat mencintainya.

Ayah menunggu ibu di depan pintu, menyiapkan kepulangannya, dan mengantar hingga ibu naik mobil bersama keluarganya.

Kini aku ditemani ayah dan nenek saja. Mungkin jarak antara ruang mereka menunggu dan ruang di mana aku dirawat cukup jauh, tapi aku merasa dekat. Hatiku bersama mereka, bersama nenekku, bersama ayahku, bersama ibuku, bersama semua orang yang menyayangiku.

Ayah dan nenek bergiliran pergi ke mushola untuk sholat dzuhur.

"Jhon, kamu tidak ingin makan dulu?" nenek bertanya pada ayah begitu ia selesai shalat.

"Tidak, Mak." jawab ayah. "Aku belum lapar. Aku mau istirahat saja. Aku lebih butuh tidur ketimbang makan."

"Tapi kamu kan belum makan?"

"Tadi pagi aku makan sedikit nasi pecel," jawab ayah.

Jam telah menunjukkan pukul dua siang. Nenek masih memaksa ayah makan dan hampir membelikan nasi untuknya, tapi ayah menolak dan memutuskan untuk tidur -- bukan supaya badannya terbebas dari lelah, tapi supaya pikirannya terlepas dari penat. Ia tidur di lantai ruang tunggu, tanpa alas, tanpa bantal.

BACA JUGA:

1 komentar:

lane hemings mengatakan...

"Selamat siang Bos 😃
Mohon maaf mengganggu bos ,

apa kabar nih bos kami dari Agen365
buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
ayuk... daftar, main dan menangkan
Silahkan di add contact kami ya bos :)

Line : agen365
WA : +85587781483
Wechat : agen365


terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"

Posting Komentar